UNIPPDU

Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Mutu dan Pelayanan di Indonesia masih belum optimal, mari diskusikan bagaimana biar mutu dan pelayanan di Indonesia semakin baik.

Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Mutu dan Pelayanan di Indonesia masih belum optimal, mari diskusikan bagaimana biar mutu dan pelayanan di Indonesia semakin baik.

Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Mutu dan Pelayanan di Indonesia masih belum optimal, mari diskusikan bagaimana biar mutu dan pelayanan di Indonesia semakin baik

Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Mutu dan Pelayanan di Indonesia masih belum optimal, mari diskusikan bagaimana biar mutu dan pelayanan di Indonesia semakin baik

Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Mutu dan Pelayanan di Indonesia masih belum optimal, mari diskusikan bagaimana biar mutu dan pelayanan di Indonesia semakin baik.

Terbaru

Rabu, 17 Oktober 2012

Aturan Standar Mutu Pelayanan Kesehatan


Mengacu pada ISO 2000, mutu diartikan sebagai “degree to which a set of inherent characteristics fulfills requirements.”

Mutu adalah sesuatu untuk menjamin pencapaian tujuan atau luaran yang diharapkan, dan harus selalu mengikuti perkembangan pengetahuan professional terkini ( consist with current professional knowledge ).

Untuk itu mutu harus diukur dengan derajat pencapaian tujuan. Berpikir tentang mutu berarti berpikir mengenai tujuan. Mutu harus memenuhi berbagai standar / spesifikasi.

Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh berbagai sarana/unit pelayanan kesehatan haruslah dipandang sebagai suatu kegiatan yang menghasilkan produk dalam bentuk “pelayanan/service”’. Pelayanan yang berorientasi pada pasar ( market driven ) harus dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan/client satisfaction yang dapat terdiri dari pasien/keluarga/masyarakat, pemberi pelayanan/provider, pemasok atau pihak berkepentingan lainnya.

Untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan maka berbagai komponen input, process dan output harus ditetapkan standar/spesifikasinya secara jelas dan rinci, mencakup aspek manajemen dan teknis dengan berpedoman pada pencapaian visi dan pewujudan misi yang telah ditetapkan bersama.

Merumuskan visi dan misi harus dilakukan secara bottom – up dan disosialisasikan kepada seluruh karyawan.

Kebijakan dalam menjamin mutu pelayanan kesehatan, mencakup :

Peningkatan kemampuan dan mutu pelayanan kesehatan melalui pengembangan dan pemantapan jejaring pelayanan kesehatan dan rujukannya serta penetapan pusat-pusat unggulan sebagai pusat rujukan (top referral).

Penetapan dan penerapan berbagai standar dan pedoman dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini dan standar internasional .

Peningkatan mutu sumber daya manusia diarahkan pada peningkatan profesionalisme mencakup kompetensi, moral dan etika.

Penyelenggaraan Quality Assurance untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan disertai dengan Evidence-based Parcipitatory Continuous Quality Improvement.

- Percepatan pelaksanaan aktreditasi yang diarahkan pada pencapaian akreditasi untuk berbagai aspek pelayanan kesehatan.

Peningkatan public – private mix dalam mengatasi berbagai problem pelayanan kesehatan

Peningkatan kerjasama dan koordinasi antar berbagai pihak yang berkepentingan dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Peningkatan peran serta masyarakat termasuk swasta dan organisasi profesi dalam penyelenggaraan dan pengawasan pelayanan kesehatan.

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat, maka perlu dilaksanakan berbagai upaya. Upaya ini harus dilakukan secara sistematik, konsisten dan terus menerus.

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan mencakup :

1) Penataan organisasi

Penataan organisasi menjadi organisasi yang efisien, efektif dengan struktur dan uraian tugas yang tidak tumpang tindih, dan jalinan hubungan kerja yang jelas dengan berpegang pada prinsip organization through the function.

2) Regulasi peraturan perundangan.

Pengkajian secara komprehensif terhadap berbagai peraturan perundangan yang telah ada dan diikuti dengan regulasi yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut di atas.

3) Pemantapan jejaring.

Pengembangan dan pemantapan jejaring dengan pusat unggulan pelayanan dan sistem rujukannya akan sangat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan mutu pelayanan.

4) Standarisasi

Standarisasi merupakan kegiatan penting yang harus dilaksanakan, meliputi standar tenaga baik kuantitatif maupun kualitatif, sarana dan fasilitas, kemampuan, metode, pencatatan dan pelaporan dan lain-lain. Luaran yang diharapkan juga harus distandarisasi.

5) Pengembangan sumber daya manusia.

Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional, yang kompeten dan memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan inovatif serta bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi baik perubahan secara lokal maupun global.

6) Quality Assurance

Berbagai komponen kegiatan quality assurance harus segera dilaksanakan dengan diikuti oleh perencanaan dan pelaksanaan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan untuk mencapai peningkatan mutu pelayanan. Data dan informasi yang diperoleh dianalysis dengan cermat ( root cause analysis ) dan dilanjutkan dengan penyusunan rancangan tindakan perbaikan yang tepat dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Semuanya ini dilakukan dengan pendekatan “tailor’s model“ dan Plan- Do- Control- Action (PDCA)

7) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan dengan membangun kerjasama dan kolaborasi dengan pusat-pusat unggulan baik yang bertaraf lokal atau dalam negeri maupun internasional. Penerapan berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek pembiayaan.

8) Peningkatan peran serta masyarakat dan organisasi profesi.

Peningkatan peran organisasi profesi terutama dalam pembinaan anggota sesuai dengan standar profesi dan peningkatan mutu sumber daya manusia.

9) Peningkatan kontrol sosial.

Peningkatan pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan mutu pelayanan.

sumber : http://cafe-radiologi.blogspot.com/2010/09/pelayanan-kesehatan-dan-mutu-pelayanan.html

Menkes : Layanan Kesehatan Jangan Dibedakan


Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih meminta para pengelola rumah sakit di Indonesia tidak lagi membedakan pelayanan terhadap penduduk miskin dengan warga dari keluarga mampu. Yang justru harus diperhatikan adalah perlunya peningkatan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat di puskesmas dan kelas tiga rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta.
”Mutu pelayanannya harus sama antara kelas III rumah sakit dan pasien yang dirawat di kelas II atau kelas I. Jangan ada pembedaan,” kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih saat membuka Kongres Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (4/11).
Dia menegaskan, ketika pasien masuk rumah sakit, hendaknya jangan ditanya dulu soal biaya. Mereka harus dilayani dengan mutu yang sama.
Demikian juga di ruang gawat darurat. Hal itu sangat penting karena 10 menit pertama adalah masa yang menentukan keselamatan pasien. ”Banyak keluhan soal keselamatan pasien karena terlambat ditangani, pelayanan tidak baik, atau diminta jaminan uang lebih dulu,” katanya.
Gubernur Kalsel Rudy Ariffin menyatakan, Kalsel memilih penanganan kesehatan masyarakat sebagai investasi meningkatkan kualitas manusia. Dalam lima tahun terakhir, penyediaan anggaran pembangunan kesehatan terus ditingkatkan. Tahun 2009 disediakan Rp 143,9 miliar atau 17,52 persen dari APBD Kalsel.
Sejak 1 September 2009 Kalsel mengembangkan Jaminan Kesehatan Provinsi melalui APBD Kalsel sebesar Rp 3 miliar untuk 300.000 peserta.
Minim perlindungan
Sebagian besar pekerja belum mendapat perlindungan jaminan kesehatan. Keanggotaan PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) kurang dari 10 persen pekerja sektor formal. Para pekerja mendesak pemerintah segera menerapkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai sistem jaminan sosial menyeluruh.
Hal itu terungkap dalam diskusi para serikat pekerja terkait sistem jaminan sosial.
Sistem jaminan sosial mayoritas di sektor formal umumnya melalui Jamsostek, meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan kematian. Dari data PT Jamsostek tahun 2008, sekitar 26 juta pekerja di sektor formal terdaftar sebagai peserta Jamsostek dan hanya sejumlah 8,2 juta dibayar iurannya. (FUL/INE)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/05/04040098/layanan.kesehatan.jangan.dibedakan

MUTU PELAYANAN KESEHATAN

Dr. Suparyanto, M.Kes

PENGERTIAN MUTU
  1. Mutu adalah lingkar kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston Dictionary, 1956).
  2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Danabedian, 1980).
  3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhn kebutuhan para pengguna (Din ISO 8402, 1986).
  4. Kualitas merupakan perwujudan atau gambaran hasil yang dipertemukan kebutuhan dari pelanggan dan oleh karena itu memberikan kepuasan (J.M Juran: Juran's Quality Control Handbook, 1988).
  5. Mutu adalah sesuatu untuk menjamin pencapaian tujuan atau luaran yang diharapkan, dan harus selalu mengikuti perkembangan pengetahuan profesional terkini (consist with current professional knowledge). Untuk itu mutu harus diukur dengan derajat pencapaian tujuan. Berpikir tentang mutu berarti berpikir mengenai tujuan. Mutu harus memenuhi berbagai standar / spesifikasi.

PENGERTIAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN

  • Beberapa definisi mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
  • Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi (Azrul Azwar, 1996).
  • Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputu, pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk pelayanan dokter, karyawan (Mary R. Zimmerman).
  • Pengertian mutu pelayanan kesehatan (Wijono, 1999) adalah :
  1. Penampilan yang sesuai atau pantas (yang berhubungan dengan standart) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkanpada kematian, kesakitan, ketidak mampuan dan kekurangan gizi (Roemer dan Aquilar, WHO, 1988).
  2. Donabedian, 1980 cit. Wijono, 1999 menyebutkan bahwa kualitas pelayanan adalah suatu pelayanan yang diharapkan untuk memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif dari kesejahteraan klien sesudah itu dihitung keseimbangan antara keuntungan yang diraih dan kerugian yang semua itu merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan diseluruh bagian.
  3. Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen.
  • Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepusan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subyektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Di samping itu, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.

BATASAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN
  • Untuk mengatasi masalah dalam perbedaan tingkat kepuasaan setiap orang dalam menerima pelayanan kesehatan, maka telah disepakati bahwa pembahasan tentang kepuasan pasien yang dikaitkan dengan mutu pelayanan kesehatan mengenal paling tidak dua pembatasan, yaitu:
1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien
  • Pembatasan pertama yang telah disepakati adalah pada derajat kepuasan pasien. Untuk menghindari adanya subjektivitas individual yang dapat mempersulit pelaksanan program meenjaga mutu, maka ditetapkan bahwa ukuran yang dipakai untuk mengukur kepuasan disini bersifat umum yakni sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk.
2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan
  • Pembatasan kedua yang telah disepakati pada upaya yang dilakukan dalam menimbulakan rasa puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi kepentingan pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang pada umumnya awam terhadap tindakan kedokteran, ditetapkanlah upaya yang dilakukan tersebut harus sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi, bukanlah pelayanan kesehatan yang bermutu. Dengan kata lain dalam pengetian mutu pelayanan kesehatan tercakup pula kesempurnaan tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan prifessi yang telah ditetapkannya.

SYARAT POKOK PELAYANAN KESEHATAN
  • Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud (Azwar, 1996) adalah :
1. Tersedia dan berkesinambungan
  • Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.
2. Dapat diterima dan wajar
  • Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.
3. Mudah dicapai
  • Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4. Mudah dijangkau
  • Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5. Bermutu
  • Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

KOMPONEN MUTU PELAYANAN KESEHATAN
  • Berdasar definisi (Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat) ditemukan 5 faktor pokok yang berperan penting dalam menetukan keberhasilan manajemen kesehatan, yaitu: masukan (input), proses (process), keluaran (output), sasaran (target) serta dampak (impact).
1. Input
  • Input (masukan) adalah segala sesuatu yg dibutuhkan untuk dapat melaksanakan pekerjaan manajemen. Input berfokus pada sistem yang dipersiapkan dalam organisasi dari menejemen termasuk komitmen, dan stakeholder lainnya, prosedur serta kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan.
  • Menurut Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat, input ada 3 macam, yaitu:
a. Sumber (resources)
  • Sumber (resources) adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk menghasilkan barang atau jasa. Sumber (resources) dibagi 3 macam:
1). Sumber tenaga (labour resources) dibedakan atas:
  1. Tenaga ahli (skilled): dokter, bidan, perawat
  2. Tenaga tidak ahli (unskilled): pesuruh, penjaga

2). Sumber modal (capital resources), dibedakan menjadi:
  1. Modal bergerak (working capital): uang, giro
  2. Modal tidak bergerak (fixed capital): bangunan, tanah, sarana kesehatan.

3). Sumber alamiah (natural resources) adalah segala sesuatu yang terdapat di alam, yang tidak termasuk sumber tenaga dan sumber modal.

b.Tatacara (prosedures)
  • Tatacara (procedures): adalah berbagai kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang dimiliki dan yang diterapkan.

c.Kesanggupan (capacity)
  • Kesanggupan (capacity): adalah keadaan fisik, mental dan biologis tenaga pelaksana.

  • Menurut Koontz input manajemen ada 4, yaitu Man, Capacity, Managerial, dan Technology. Untuk organisasi yang tidak mencari keuntungan, macam input ada 4M, yaitu Man, Money, Material, Method. Sedangkan untuk organisasi yang mencari keuntungan, macam input ada 6M, yaitu Man, Money, Material, Method, Machinery, Market.
2. PROSES
  • Proses (process) adalah langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses dikenal dengan nama fungsi manajemen. Pada umumnya, proses ataupun fungsi manajemen merupakan tanggung jawab pimpinan. Pendekatan proses adalah semua metode dengan cara bagaimana pelayanan dilakukan.
  • Macam fungsi manajemen:
  1. Menurut Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat ada 6: Planning, Organizing, Directing, Controlling, Coordinating, Evaluation (PODCCE).
  2. Menurut Freeman ada 6: Planning, Actuating, Coordinating, Guidance, Freedom, Responsibility (PACGFR).
  3. Menurut George R. Terry ada 4: Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC).
  4. Menurut Barton ada 8: Planning, Organizing, Staffing, Budgeting, Implementing, Coordinating, Reporting, Evaluation (POSBICRE).
  5. Menurut Luther M. Gullick ada 7: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting (POSDCoRB).
  6. Menurut Hendry Fayol ada 5: Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controling (POCCC).

  • Sedangkan fungsi manajemen yang utama adalah:
  1. Planning: termasuk penyusunan anggaran belanja
  2. Organizing: termasuk penyusunan staff
  3. Implementing: termasuk pengarahan, pengkoordinasian, bimbingan, penggerakan dan pengawasan
  4. Penilaian: termasuk penyusunan laporan

OUTPUT
  • Output adalah hasil dari suatu pekerjaan manajemen. Untuk manajemen kesehatan, output dikenal dengan nama pelayanan kesehatan (health services). Hasil atau output adalah hasil pelaksanaan kegiatan. Output adalah hasil yang dicapai dalam jangka pendek, misalnya akhir darikegiatan pemasangan infus, sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi setelah pelaksanaan kegiatan jangka pendek misalnya plebitis setelah 3x24jam pemasangan infus. Macam pelayanan kesehatan adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).

SASARAN
  • Sasaran (target group) adalah kepada siapa output yang dihasilkan, yakni upaya kesehatan tersebut ditujukan:
  1. UKP untuk perseorangan
  2. UKM untuk masyarakat (keluarga dan kelompok)

  • Macam sasaran:
  1. Sasaran langsung (direct target group)
  2. Sasaran tidak langsung (indirect target group)

IMPACT
  • Dampak (impact) adalah akibat yang ditimbulkan oleh output. Untuk manajemen kesehatan dampak yang diharapkan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan dapat tercapai jika kebutuhan (needs) dan tuntutan (demands) perseorangan/masyarakat dapat dipenuhi.
1. Kebutuhan Kesehatan (health needs)
  • Kebutuhan kesehatan (needs) bersifat obyektif, karena itu pemenuhanya bersifat mutlak. Kebutuhan kesehatan sangat ditentukan oleh masalah kesehatan di masyarakat. Masalah kesehatan perorangan/keluarga yang terpenting adalah penyakit yang diderita. Masalah kesehatan masyarakat adalah status kesehatan masyarakat. Menurut Gordon dan Le Right (1950) penyakit/status kesehatan ditentukan oleh 3 faktor: Host, Agent dan Environment. Upaya untuk menemukan kebutuhan masyarakat, perhatian harus ditujukan pada ketiga faktor tsb. Apabila penyebab penyakit diketahui baru dilanjutkan dengan tindak lanjut (solusi).
2. Tuntutan Kesehatan (health demands)
  • Tuntutan kesehatan (health demands) pada dasarnya bersifat subyektif, karena itu pemenuhanya bersifat fakultatif. Tuntutan kesehatan yang subyektif dipengaruhi oleh latar belakang individu (pendidikan, ekonomi, budaya dsb). Tuntutan kesehatan sangat dipengaruhi oleh teknologi kedokteran.

INDIKATOR PENILAIAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN
  • Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan, yaitu:
  1. Indikator yang mengacu pada aspek medis.
  2. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS.
  3. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien.
  4. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasaan pasien.

  • Kebijakan dalam menjamin mutu pelayanan kesehatan, mencakup:
1. Peningkatan kemampuan dan mutu pelayanan kesehatan
  • Upaya ini melalui pengembangan dan pemantapan jejaring pelayanan kesehatan dan rujukannya serta penetapan pusat-pusat unggulan sebagai pusat rujukan (top referral).
2. Penetapan dan penerapan berbagai standar dan pedoman
  • Yaitu dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini dan standar internasional.
3. Peningkatan mutu sumber daya manusia
  • Upaya ini diarahkan pada peningkatan profesionalisme mencakup kompetensi, moral dan etika.
4. Penyelenggaraan Quality Assurance
  • Untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan disertai dengan Evidence-based Parcipitatory Continuous Quality Improvement.
5. Percepatan pelaksanaan aktreditasi
  • Yang diarahkan pada pencapaian akreditasi untuk berbagai aspek pelayanan kesehatan.
6. Peningkatan public
  • Peningkatan public-private mix dalam mengatasi berbagai problem pelayanan kesehatan
7. Peningkatan kerjasama dan koordinasi
  • Yang dilakukan antar berbagai pihak yang berkepentingan dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
8. Peningkatan peran serta masyarakat
  • Termasuk swasta dan organisasi profesi dalam penyelenggaraan dan pengawasan pelayanan kesehatan.

STRATEGI PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
  • Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan untuk mencapai pelayanan prima melalui peningkatan mutu pelayanan, yaitu sebagai berikut:
1. Pelanggan dan harapannya
  • Harapan pelanggan mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan. Organisasi pelayanan kesehatan mempunyai banyak pelanggan potensial. Harapan mereka harus diidentifikasi dan diprioritaskan lalu membuat kriteria untuk menilai kesuksesan.
2. Perbaikan kinerja
  • Bila harapan pelanggan telah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah menidentifikasi dan melaksanakan kinerja staf dan dokter untuk mencapai konseling, adanya pengakuan, dan pemberian reward.
3. Proses perbaikan
  • Proses perbaikan juga penting. Sering kali kinerja disalahkan karena masalah pelayanan dan ketidakpuasan pelanggan pada saat proses itu sendiri tidak dirancang dengan baik untuk mendukung pelayanan. Dengan melibatkan staf dalam proses pelayanan, maka dapat diidentifikasi masalah proses yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, mendiagnosis penyebab, mengidentifikasi, dan menguji pemecahan atau perbaikan.
4. Budaya yang mendukung perbaikan terus menerus
  • Untuk mencapai pelayanan prima diperlukan organisasi yang tertib. Itulah sebabnya perlu untuk memperkuat budaya organisasi sehingga dapat mendukung peningkatan mutu. Untuk dapat melakukannya, harus sejalan dengan dorongan peningkatan mutu pelayanan terus-menerus.
  • Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat, maka perlu dilaksanakan berbagai upaya. Upaya ini harus dilakukan secara sistematik, konsisten dan terus menerus.

  • Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan mencakup :
1). Penataan organisasi
  • Penataan organisasi menjadi organisasi yang efisien, efektif dengan struktur dan uraian tugas yang tidak tumpang tindih, dan jalinan hubungan kerja yang jelas dengan berpegang pada prinsip organization through the function.
2). Regulasi peraturan perundangan
  • Pengkajian secara komprehensif terhadap berbagai peraturan perundangan yang telah ada dan diikuti dengan regulasi yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut di atas.
3). Pemantapan jejaring
  • Pengembangan dan pemantapan jejaring dengan pusat unggulan pelayanan dan sistem rujukannya akan sangat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan mutu pelayanan.
4). Standarisasi
  • Standarisasi merupakan kegiatan penting yang harus dilaksanakan, meliputi standar tenaga baik kuantitatif maupun kualitatif, sarana dan fasilitas, kemampuan, metode, pencatatan dan pelaporan dan lain-lain. Luaran yang diharapkan juga harus distandarisasi. 5)Pengembangan sumber daya manusia
  • Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional, yang kompeten dan memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan inovatif serta bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi baik perubahan secara lokal maupun global.
6). Quality Assurance
  • Berbagai komponen kegiatan quality assurance harus segera dilaksanakan dengan diikuti oleh perencanaan dan pelaksanaan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan untuk mencapai peningkatan mutu pelayanan. Data dan informasi yang diperoleh dianalysis dengan cermat ( root cause analysis ) dan dilanjutkan dengan penyusunan rancangan tindakan perbaikan yang tepat dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Semuanya ini dilakukan dengan pendekatan “tailor’s model“ dan Plan- Do- Control- Action (PDCA).
7). Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
  • Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan dengan membangun kerjasama dan kolaborasi dengan pusat-pusat unggulan baik yang bertaraf lokal atau dalam negeri maupun internasional. Penerapan berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek pembiayaan.
8). Peningkatan peran serta masyarakat dan organisasi profesi
  • Peningkatan peran organisasi profesi terutama dalam pembinaan anggota sesuai dengan standar profesi dan peningkatan mutu sumber daya manusia.
9). Peningkatan kontrol sosial
  • Peningkatan pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan mutu pelayanan.

SISTEM DAN MEKANISME PENINGKATAN MUTU PELAYANAN TERUS-MENERUS
  • Untuk memperkuat budaya organisasi, semua kegiatan harus menuju peningkatan mutu yang terus menerus. Untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan terus menerus, pilar utamanya terdiri atas hal-hal berikut:
1. Visi manajemen dan komitmen
  • Nilai organisasi dan komitmen dari semua level sangat diperlukan.
2. Tanggung jawab
  • Agar setiap orang beranggung jawab, maka perlu standar yang kuat.
3. Pengukuran umpan balik
  • Perlu dibuat sistem evaluasi sehingga dapat mengukur apakah kita mempunyai informasi yang cukup.
4. Pemecahan masalah dan proses perbaikan
  • Ketepatan waktu, pengorganisasian sistem yang efektif untuk menyelesaikan keluhan, dan masalah sistem memerlukan proses perbaikan dalam upaya meningkatkan kepuasan pelanggan.
5. Komunikasi
  • Perlu ada mekanisme komunikasi yang jelas. Jika tidak ada informasi, maka petugas atau staf merasa diabaikan dan tidak dihargai.
6. Pengembangan staf dan pelatihan
  • Pengembangan staf dan pelatihan berhubengan dengan pengembangan sumber daya yang dapt mempengaruhi kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan.
7. Keterlibatan tim kesehatan
  • Perlu ketrlibatan tim kesehatan agar mereka terlibat dan berperan serta dalam strategi organisasi.
8. Penghargaan dan pengakuan
  • Sebagai bagian dari strategi, perlu memberikan penghargaan dan pengakuan kepada visi pelayanan dan nilai sehingga individu maupun tim mendapat insentif untuk melakukan pekerjaan dengan baik.
9. Keterlibatan dan pemberdayaan staf
  • Staf yang terlibat adalah yang mempunyai keterikatan dan tanggung jawab.
10. Mengingatkan kembali dan pemberdayaan
  • Petugas harus diingatkan tentang prioritas pelayanan yang harus diberikan.

  • Mekanisme peningkatan mutu pelayanan menurut Trilogi Juran adalah sebagai berikut:
1. Quality Planning, meliputi:
  1. Menentukan pelanggan.
  2. Menentukan kebutuhan pelanggan.
  3. Mengembangkan gambaran produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
  4. Mengembangkan proses yang mampu menghasilkan produk sesuai dengan gambaran produk.
  5. Mentrasfer rencana menjadi kebutuhan pelaksanaan.

2. Quality Control, meliputi:
  1. Mengevaluasi kinerja produk saat ini.
  2. Membandingkan kinerja sesungguhnya dengan tujuan produk
  3. Melaksanakan atau memperbaiki perbedaan.

3. Quality Improvement, meliputi:
  1. Mengembangkan infrastruktur.
  2. Mengidentifikasi proyek peningkatan mutu.
  3. Membentuk tim mutu.
  4. Menyiapkan tim dengan sumber daya dan pelatihan serta motivasi untuk mendiagnosis penyebab, menstimulasi perbaikan, dan mengembangkan pengawasan untuk mempertahankan peningkatan.

REFERENSI

  1. Satrianegara, M. Fais. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
  2. http://dr-suparyanto.blogspot.com/search/label/Komunitas
  3. http://dr-suparyanto.blogspot.com/2011/02/pelayanan-kesehatan-health-service.html
  4. http://drsuparyanto.blogspot.com/search/label/Kuliah%20Manajemen%20dan%20Organisasi
  5. http://cafe-radiologi.blogspot.com/2010/09/pelayanan-kesehatan-dan-mutu-pelayanan.html
  6. http://www.gudangmateri.com/2010/10/aturan-standar-mutu-pelayanan-kesehatan.html

Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia Terburuk di ASEAN


Usia harapan hidup penduduk Indonesia menurut WHO berkisar rata-rata 66,4 tahun. Angka ini jauh berada lebih rendah daripada angka harapan hidup Negara Vietnam rata-rata 69,6 tahun, Filipina rata-rata 68,3 tahun, Malaysia rata-rata 72 tahun, dan Singapura rata-rata 79,6 tahun. Sedangkan angka kematian ibu di Indonesia berjumlah 230 per 100 ribu kelahiran hidup, Vietnam 130, Filipina 200, Malaysia 41, Singapura 15. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia berjumlah 39 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 31, Filipina 28, Malaysia 8, Singapura 3.
Rendahnya angka harapan hidup ini menurut dr. Nugroho Wiyadi, MPH disebabkan ketidakjelasan arah reformasi sistem pelayanan kesehatan primer.
“Data kesehatan global menunjukkan bahwa semakin baik sistem pelayanan kesehatan primer (pertama) semakin baik status kesehatan masyarakatnya serta semakin efisien pelayanannya,” ujar Nugroho Wiyadi, Jumat (23/3) di Ruang PBL, Gedung Radiputro FK UGM dalam sosialisasi kegiatan Konferensi dan Pertemuan Ilmiah Nasional yang membahas Refinement Arah Reformasi Sistem Pelayanan Kesehatan Primer dan Pengembangan Profesi Dokter Praktek Umum, Dokter Layanan Primer dan Dokter Keluarga, dilaksanakan pada 29-30 Maret 2007.
Kata Nugroho, ada pelaku pelayanan primer yang secara profesi tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang memadai, sehingga penanganan penyakit tidak sesuai standar, dan sering terjadi pemakaian berbagai obat secara tidak tepat yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakefektifan biaya, dan juga masalah-masalah lain seperti resistensi obat akibat pemakaian obat antibiotik.
Pemahaman masyarakat yang lemah tentang sistem pelayanan kesehatan primer (puskesmas/Dokter Praktek Umum) dan sekunder (Rumah Sakit), mengakibatkan mereka tidak mengikuti sistem rujukan yang ada. “Masyarakat pada kelas ekonomi lemah cenderung memilih pelayanan kesehatan yang paling dekat dan murah, tidak peduli apakah petugas yang dia mintai pertolongan tersebut memiliki kewenangan dan kompetensi yang memadai. Sedangkan masyarakat pada kelas ekonomi menengah ke atas cenderung langsung memeriksa diri ke dokter spesialis dengan berbagai risiko ketidaktepatan pemilihan jenis dokter spesialis yang dipilihnya,” papar Nugroho.
Nugroho menambahkan, untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui penyediaan pelayanan yang bermutu, “Sejak tahun 2001 Indonesia telah menerapkan kebijakan desentralisasi kesehatan. Fokus dari kebijakan desentralisasi kesehatan tersebut lebih ke arah perubahan kewenangan dan kelembagaan, yang dalam sistem pelayanan kesehatan primer dimanisfestasikan adanya semi otonomi pengelolaan puskesmas, yang sayangnya belum menyentuh reformasi sistem pelayanan primernya itu sendiri,” kata Nugroho. (Humas UGM)

Kembali berulang, masalah sistem pelayanan kesehatan di Indonesia

Ribut-ribut soal pelayanan kesehatan, menurut saya ini semua adalah cerita lama. Semua sudah tahu masalahnya (ataupun jawabannya), tetapi tidak ada perbaikan. Dari dulu begitu. Semua cuman sampai sebatas wacana.


Memang ada beberapa kemajuan, tetapi bak menggarami air laut, sangat kecil.
Tercatat, dokter tidak perlu ujian negera, tidak perlu berbakti (PTT), praktek maksimal 3 tempat, apalagi?
Tapi ini semua terlihat sangat-sangat parsial.
Karena 'penyelesaian' baru setengah-tengah, jadilah begini. Setiap ada kasus ribut. Setiap orang memunculkan ide tertentu, ribut lagi dengan tanya jawab yang hampir mirip.

Intinya sich menurut saya, kita semua (paling berat yha pemerintah....siapa lagi), harus mulai membenahi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Asuransi Sosial, dst. dst.

Di luar negeri
Ini bukan hanya pekerjaan Depkes semata. Lihat bagaimana Singapura dan Malaysia, pelayanan kesehatan mereka jadikan industri (apa ada yang protes?). Health Tourism ini didukung penuh oleh departemen-departemen lain yang terkait seperti pariwisata, perdagangan, dll.
Contohnya agar pelayanan (orang Indonesia) di Malaysia bisa menyaingi pelayanan Singapura, pajak di-nol-kan, dst..dst. Sebaliknya, Singapura sangat gencar memasarkan pelayanan kesehatannya kepada turis-turis di pelbagai web dan bandara.

Di Indonesia
Di Indonesia, dokter & masyarakat saling gontok-gontokan. Seru.
Depkes terlihat ditinggal sendiri. Untung Menkes nggak kehilangan akal, dibuatlah acara B4M di Metro TV. Terlihat upaya -meskipun secara halus- penodongan Bu Menkes kepada pihak-pihak yang diwawancarai. Coba deh sekali-kali nonton acara 'seru' ini.
Bravo, maju terus......

Penutup
Sebagai akhir tulisan ini, saya sampaikan (untuk mengingatkan kembali) tulisan saya mengenaiIndepence Day pada tahun 1996. Inti tulisan ini, jika tidak cepat-cepat ditanggulangi maka akan terjadi wabah yang tidak seperti kita kenal. Wabah ini lebih dahsyat, karena menyentuh pihak secara keseluruhan bukan hanya perseorangan/kelompok orang.
Untunglah setelah 11 tahun (baca: sebelas tahun), wabah tersebut baru mulai dicari solusinya.
Itu artinya (analogi), wabah yang sama (pelayanan kesehatan di Indonesia), baru bisa selesai 11 tahun lain alias tahun 2007 + 11 = 2018.

Tentu kita semua bermimpi bisa lebih cepat dari itu. Bukankah semua perlu waktu dan tidak semudah membalikan telapak tangan.

Santai man, baca dulu cerita saya di bawah ini yang kalau mau mengakses langsung bisa menuju ke: http://www.mail-archive.com/dokter@itb.ac.id/msg02341.html